Penulis : Al-Ustadz Qomar ZA
Dinukil dari www.asysyariah.com
Salah satu Al-Asma`ul Husna adalah Al-Jabbar (الْجَبَّارُ).
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan nama-Nya ini dalam surat Al-Hasyr ayat 23:
هُوَ اللهُ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dia-lah Allah Yang tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Al-Jabbar, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Dalam hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَكُونُ الْأَرْضُ يوم الْقِيَامَةِ خُبْزَةً وَاحِدَةً يَتَكَفَّؤُهَا الْجَبَّارُ بِيَدِهِ كَمَا يَكْفَأُ أَحَدُكُمْ خُبْزَتَهُ فِي السَّفَرِ
“Bumi pada hari kiamat akan menjadi satu adonan kue dan dibalikkan oleh Al-Jabbar dengan tangan-Nya sebagaimana seseorang di antara kalian membalikkan adonan kuenya di saat melakukan safar.” (Shahih, HR. Al-Bukhari, 5/2389, no. 6155 tahqiq Mushthafa Al-Bagha)
Al-Jabbar yakni yang memiliki sifat jabarut. Dalam salah satu doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diriwayatkan sahabat ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
قُمْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم لَيْلَةً فَلَمَّا رَكَعَ مَكَثَ قَدْرَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوتِ وَالْمَلَكُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
“Aku berdiri (shalat) bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Ketika ruku’ beliau tetap diam seukuran surat Al-Baqarah. Beliau mengatakan dalam ruku’-nya: ‘Maha suci Yang memiliki Jabarut, kerajaan (pengaturan), kesombongan, dan keagungan’.” (Shahih, HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shifat Shalatin Nabi, hal. 133)
Adapun makna Al-Jabbar secara ringkas seperti yang disampaikan oleh Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu yaitu:
“Yang Maha Tinggi dan Tertinggi, juga bermakna Yang Memaksa, dan bermakna Ar-Ra`uf Yang kasih sayang, Yang memperbaiki kalbu yang redam, memperbaiki yang lemah dan tidak mampu, serta yang berlindung kepada-Nya.” (Tafsir As-Sa’di hal. 946)
Ibnu Jarir rahimahullahu mengatakan: “Yang memperbaiki urusan makhluk-Nya, Yang mengatur mereka dengan sesuatu yang maslahat bagi mereka.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir, 4/367)
Al-Harras rahimahullahu menyebutkan bahwa Ibnu Atsir rahimahullahu mengatakan: “Di antara nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Al-Jabbar. Artinya adalah Yang memaksa hamba-hamba sesuai yang Dia maukan, baik berupa perintah atau larangan… Dikatakan pula bahwa maknanya adalah Yang tinggi di atas makhluk-Nya… Di antara ungkapan orang Arab Nakhlah Jabbarah yakni pohon korma yang besar, yang tangan tidak dapat menjangkaunya.”
Ar-Raghib dalam kitabnya Al-Mufradat mengatakan: “Asal maknanya adalah memperbaiki sesuatu disertai semacam paksaan… Adapun apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sifatkan semacam Al-’Aziz Al-Jabbar Al-Mutakabbir, maka dikatakan bahwa Allah dinamai dengan nama itu dari ungkapan jabartu al-faqir artinya aku memperbaiki keadaan orang faqir. Karena Allah, Dialah yang memperbaiki manusia dengan nikmat-Nya yang melimpah. Dikatakan pula, karena Dia memaksa manusia kepada kehendak-Nya.”
Al-Harras rahimahullahu juga mengatakan bahwa Ibnul Qayyim rahimahullahu menyebutkan tiga makna, yang semuanya masuk dalam makna nama tersebut, di mana dibenarkan masing-masing makna tersebut dimaukan darinya:
Salah satunya bahwa Dialah yang memperbaiki kelemahan hamba-hamba-Nya yang lemah, dan Yang memperbaiki kalbu yang merasa redam di hadapan-Nya, yang tunduk di hadapan kebesaran-Nya dan keagungan-Nya. Betapa banyak kalbu yang redam lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala perbaiki, yang fakir lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kecukupan, yang hina lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan, yang kesusahan lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala hilangkan kesusahannya, yang kesulitan lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kemudahan. Dan betapa banyak orang yang terkena musibah lalu Allah l perbaiki dengan memberinya taufiq untuk kokoh dan sabar, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala ganti karena musibahnya dengan pahala yang besar. Maka hakikat makna Jabr adalah memperbaiki keadaan hamba dengan melepaskannya dari kesulitan, serta menghilangkan darinya kesusahan.
Makna (kedua) bahwa Dia Yang Maha memaksa, yang segala sesuatu tunduk kepada kebesaran-Nya, yang semua makhluk tunduk kepada keagungan-Nya dan keperkasaan-Nya. Maka Dia memaksa hamba-hamba-Nya kepada apa yang Dia kehendaki berupa sesuatu yang sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dan kehendak-Nya. Maka mereka tidak dapat lepas darinya.
Makna yang ketiga bahwa Dia yang Maha Tinggi dengan Dzat-Nya di atas seluruh makhluk-Nya, sehingga tidak seorangpun mendekat kepada-Nya.
Al-’Allamah As-Sa’di rahimahullahu menyebutkan makna yang keempat, yaitu bahwa Dia yang Maha Besar tersucikan dari segala kekurangan dan keserupaan dengan siapapun, serta tersucikan dari sesuatu yang menyerupai-Nya, baik dalam kekhususan-kekhususan-Nya maupun hak-hak-Nya. (Syarh Nuniyyah, 2/103-104)
Makna semacam ini juga diriwayatkan dari tafsir Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan bahwa makna Al-Jabbar adalah Yang Maha Agung, dan sifat Jabarut artinya sifat keagungan. Demikian dinukilkan oleh Al-Qurthubi rahimahullahu dalam tafsirnya (18/47).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar